Indonesia Darurat Demokrasi, Jangan Salah Fokus Pada Penyerangan Personal
Tagar #PeringatanDarurat dengan gambar garuda berlatar warna biru penuhi media sosial sejak tanggal 21 Agustus 2024. Tagar ini merupakan bentuk aksi masyarakat untuk mengawal putusan MK dimana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat pencalonan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024.
Gambar tersebut juga di presentasikan sebagai bentuk kekecewaan warganet pada pemerintahan ini. Bahkan artis, musisi, komika dan beberapa influencer ikut memposting gambar ini. Adanya upaya yang dilakukan DPR untuk merevisi UU pilkada merupakan bentuk perlawanan terhadap putusan MK dianggap hanya memberikan keuntungan bagi Presiden Jokowi dan tentu putranya Kaesang Pangarep yang belum genap berusia 30 tahun, tetap memenuhi syarat untuk maju dalam Pilkada level provinsi.
Di tengah isu peringatan darurat ini, nama mantu Presiden Joko Widodo, Erina Gundono mendadak viral di media X. Pasalnya, Erina istri Kaesang ini memposting makanan roti seharga 400.000 saat sedang berlibur di Amerika Serikat. Harga Roti senilai Rp. 400.000 disandingkan dengan gaji guru honorer selama sebulan oleh warganet.
Bukan hanya itu saja, Erina dan Kaesang juga menggunakan pesawat jet Gulfstream dimana Gulfstream adalah pesawat carter yang dapat disewa untuk keperluan pribadi dengan biaya yang cukup tinggi. Menurut laman Air Charter Advisors, biaya sewa pesawat Gulfstream G280 berukuran sedang berkisar antara US$6.800 hingga US$8.000 per jam. Sementara itu, untuk pesawat Gulfstream G-650 yang lebih besar, harga sewanya berkisar antara US$17 ribu hingga US$19.750 per jam. Tinggal mengalikan biaya ini dengan kurs dolar saat ini dan kemudian dikalikan dengan durasi penerbangan Indonesia-AS untuk mendapatkan total biayanya.
Erina juga menunjukkan pembelian kereta bayi seharga Rp30 juta dengan merek Mima Xari seharga sepeda motor. Dia juga terlihat bersantai di balkon hotel mewah di California sambil mempelajari materi orientasi untuk gelar magisternya tentang keadilan sosial di Master of Science, School of Social Policy and Practice (SP2), University of Pennsylvania.
Postingan Erina menuai kritik dari warganet. Mereka mengecam erina seperti tone deaf. Merujuk pada istilah ini merupakan gambaran seseorang yang tidak peka atau kurang memahami situasi, perasaan, atau pandangan orang lain, terutama dalam situasi yang membutuhkan sensitivitas ini dimana saat ini isu tentang suaminya, Kaesang Pangarep atas usaha ingin mencalonkan diri di Pilkada 2024. Apa yang dipamerkan Erina di Instagram sangat kontras dengan kondisi mayoritas massa yang berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI pada 22/08/2024.
Bahkan Erina juga disandingkan dengan Marie Antoinette yang merupakan Ratu Prancis pada abad ke-18, dikenal karena gaya hidup mewahnya yang kontras dengan kesulitan yang dihadapi rakyat Prancis. Hal ini merujuk kepada Erina dimana rakyat tengah menderita atas adanya rencana RUU Pilkada yang tentunya akan menguntungkan suaminya.
Dari Tone Deaf Beralih Penyerangan Personal
Kritik warganet kepada Erina sebagai tone deaf tidak berlangsung lama. Warganet kini justru bergeser dengan persoalan bau keti Erina. Salah seorang warganet mencuit di akun X bahwa sahabatnya mengatakan Erina bau keti saat pertemuan bisnis beberapa kali. Terlebih lagi, sesama finalis Putri Indonesia juga mengonfirmasi cerita tersebut. Dari sini, warganet membuat meme tentang bau keti Erina dan melakukan penyerangan personal kepada Erina.
Kemudian munculah pertanyaan dan banyaknya pembelaan mengapa menjadi penyerangan personal terlebih lagi, yang diserang justru Erina sang istrinya. Kemudian masyarakat seakan-akan juga terdistraksi bukannya fokus kepada masalah utama yaitu mengawal RUU Pilkada namun justru dibuat untuk menyerang ke personal terlebih lagi seakan-akan hanya menyalahkan perempuan.
Penyerangan personal terutama menyalahkan atau menghina perempuan seringkali terjadi dalam masyarakat. “Blame The Woman" adalah frasa yang menggambarkan situasi di mana perempuan disalahkan atau dianggap bertanggung jawab atas masalah atau kesalahan yang sebenarnya bukan tanggung jawab mereka. Istilah ini sering merujuk pada pola pikir atau tindakan yang menunjukkan bahwa perempuan, yang seringkali menjadi korban penyalahgunaan atau situasi negatif, tidak adil disalahkan.
Salah fokusnya warganet terhadap bau ketiak Erina memperlihatkan bahwa masyarakat lebih menyukai menyalahkan perempuan dan melakukan penyerangan personal ketimbang dengan isu subtansinya. Seharusnya, kita lebih bijak dalam mengawal isu ini. Kita tidak boleh lengah dengan isu subtansinya dan jangan kita terpecah oleh syndrom “Blame The Woman” .
Tentunya, melakukan penyerangan personal yang dilakukan warganet merupakan bentuk kekecewan mereka. Mengolok-olok bau ketiak mungkin menjadi strategi serangan mental yang digunakan masyarakat untuk mempermalukan pemerintah yang dianggap telah mengkhianati rakyat. Namun, jangan sampai melupakan fokus utama dari isu yang terjadi sekarang. Fokus pada isu subtansinya bahwa kita tidak menginginkan dinasti politik dengan mengawal putusan MK dan RUU Pilkada. Tentunya, Indonesia tetap harus menjadi negara yang demokrasi.
Social Media Kami