RUU PPRT: Perwujudan Keadilan Sosial dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Selama 20 tahun terakhir, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) menjadi simbol perjuangan keadilan dan martabat para pekerja rumah tangga, namun implementasi upaya ini masih terkendala oleh kebijakan yang belum direalisasi.

Berdasarkan catatan Jaringan Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT), selama periode 2017-2022, terdapat 2.637 kasus kekerasan yang dilaporkan terjadi pada pekerja rumah tangga. Angka ini belum termasuk korban yang tidak melaporkan kekerasan yang mereka alami. Korban akan terus bertambah, dan kekerasan yang dialami PRT akan semakin buruk jika RUU PPRT masih disandera.

Pekerja Rumah Tangga mengalami situasi rentan yang berlapis-lapis. Pertama, hubungannya dengan pemberi kerja adalah relasi kuasa. Kekuasaan dan kontrol yang dimiliki oleh sang “majikan” kerap kali membuat mereka dieksploitasi. PRT diperlakukan tidak selayaknya pekerja lain yang memiliki hak atas kesejahteraan dan perlindungan. Bahkan, dalam kasus paling buruk, mereka seringkali diperlakukan tidak manusiawi.

Kemudian, statusnya sebagai pekerja bahkan tidak diakui dan dikecualikan. Bertanggungjawab atas urusan rumah tangga adalah pekerjaan yang sejak jaman dulu dianggap tidak bernilai ekonomi, “hanya” bermodalkan kemauan bahkan dianggap bagian dari pekerjaan kodrat perempuan, dan tidak memerlukan keahlian. Penyebutan Asisten Rumah Tangga juga memiliki makna bahwa pekerjaannya hanyalah sebagai tambahan atau bantuan saja, bukan pekerjaan pokok, kemudian PRT tidak diakui sebagai pekerja profesional sehingga mereka mengalami kerentanan ekonomi. 

Selain itu, PRT seringnya diminta untuk bekerja tanpa adanya kontrak kerja yang jelas. Pekerjaan rumah tangga dinilai tidak membutuhkan pengaturan formal, sehingga seringkali terjadi atas hasil negosiasi atau berdasarkan kemurah hatian pemberi kerja. Dengan begitu, mereka rentan dihadapkan pada kemungkinan pemutusan hubungan kerja secara sepihak oleh pemberi kerja. Belum lagi dengan jumlah dan jenis pekerjaan yang berlebihan dan jam kerja yang seringkali melebihi batas normal. Tidak adanya kesepakatan antara kedua belah pihak menempatkan PRT menjadi rawan dieksploitasi.

Landasan Hukum untuk Keadilan dan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga

Undang-Undang Dasar sebagai fondasi hukum negara memberikan jaminan perlindungan bagi setiap warga negara. Pekerja Rumah Tangga (PRT) memiliki kontribusi sebagai kekuatan ekonomi dan berperan dalam pembangunan nasional. RUU PPRT menjadi kewajiban dalam implementasinya sebagai tanggungjawab negara dalam memberikan jaminan keamanan bagi PRT.

Didalamnya, RUU PPRT memberikan jaminan perlindungan dari tindakan diskriminasi, eksploitasi, dan pelecehan. RUU ini berupaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan menghormati PRT dalam upayanya memenuhi kebutuhan finansial.  Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip konstitusi dalam menjamin hak kebebasan bagi warga negara dari tindak kekerasan dan ancaman.

Untuk melengkapinya, RUU PPRT juga berfokus pada aspek keadilan. Penetapan status ‘Pekerja’ akan memberikan dampak yang besar pada keberlangsungan pekerjaan mereka. Melalui ketentuan-ketentuan yang terdapat didalamnya sebagai upaya untuk menegakkan keadilan bagi PRT dalam pemenuhan hak perlindungan sosial dan ekonomi. Selain itu, pengaturan relasi hubungan kerja yang jelas menempatkan PRT pada kehormatan dan martabatnya sebagai pekerja. Relasi kemitraan yang sehat antara PRT dengan pemberi kerja akan mencegah PRT dari kontrol dan kekuasaan atas kehidupan mereka.

Dengan demikian, RUU PPRT tidak hanya berperan sebagai instrumen perlindungan, tetapi juga sebagai sarana penghormatan dan pemenuhan hak-hak PRT yang merupakan bagian dari pelaksanaan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab serta berkadilan sosial bagi m=seluruh rakyat Indonesia.

RUU PPRT Demi Kemanusiaan

RUU PPRT merupakan langkah penting dalam memperjuangkan keadilan dan kesetaraan. Regulasi ini tidak hanya memiliki muatan hukum, namun juga memperbaiki dan meningkatkan kondisi sosial para pekerja rumah tangga. RUU PPRT memiliki dampak positif tidak hanya bagi para pekerja rumah tangga, tetapi juga dapat menjadi katalisator untuk perubahan sosial yang lebih luas.

Pengakuan atas peran dan kontribusi PRT dalam pembangunan nasional dapat menciptakan lingkungan yang harmonis dan mengurangi ketimpangan sosial di masyarakat. Penghargaan atas peran esensial PRT juga dapat merangsang kesadaran kolektif akan pentingnya menghormati hak asasi manusia tanpa melihat status sosialnya. Dengan adanya kesadaran yang meningkat atas pengakuan dan pernghormatan hak asasi manusia, akan tercipta tatanan masyarakat yang terbuka terhadap inklusi sosial.

Implementasi kebijakan yang menghormati martabat kemanusiaan PRT juga dapat membawa perubahan positif dalam pola pikir dan perilaku masyarakat terhadap PRT. Sebelumnya, mereka seringkali diperlakukan sebagai manusia kelas bawah dalam struktur sosial, yang menyebabkan stigma dan diskriminasi yang rumit dan menyakitkan. Diskriminasi ini memengaruhi akses PRT terhadap layanan masyarakat dan jaminan sosial, sehingga membuat mereka rentan terhadap eksploitasi dan perlakuan tidak adil.

Implementasi RUU PPRT adalah komitmen untuk menjaga kemanusiaan. Langkah ini bukan hanya untuk memperkuat perlindungan hukum, namun juga bentuk nyata dari kepedulian dan keadilan sosial dalam masyarakat yang selaras dengan falsafah dan cita-cita bangsa.

Islam dan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga

Islam sebagai Rahamatan lil ‘alamin memiliki nilai dasar kasih sayang, keadilan dan perlindungan terhadap hak-hak individu. Inilah yang menjadi landasan moral yang kuat untuk mendukung RUU PPRT.

Fiqh sendiri menyebut PRT sebagai al-Ajir al-Khos atau pekerja profesional dengan kemampuan khusus. Artinya, mempekerjakan PRT harus disertai dengan akad yang jelas terkait jenis pekerjaan dan upah yang akan mereka terima. Islam menilai profesi PRT setara dengan profesi lain.

Nilai kesetaraan ini disampaikan oleh Nabi secara eksplisit sebagai bentuk keberpihakan kepada orang-orang yang bekerja di sektor domestik sebagai pekerja rumah tangga. Nabi Muhammad mengajarkan kepada para sahabat untuk tidak memanggil PRT dengan sebutan ‘Budak’ atau ‘Hamba’, begitupun para PRT diajarkan untuk tidak memanggil majikannya dengan sebutan ‘Tuan’.

Melalui kisah ini kita diberi pemahaman bahwa PRT adalah manusia merdeka. Maka kehadiran PRT bukanlah sebagai budak yang berhak dikuasai oleh pemberi kerja. Mereka memiliki hak sebagai manusia seutuhnya.

Bahkan, nilai kesetaraan ini diinternalisasi dalam kehidupan personal, dalam sabdanya yang lain, Nabi mengatakan:

“Para PRT adalah saudara-saudaramu. Allah menjadikan mereka bernaung dibawah kekuasaanmu. Maka berilah mereka makan dari apa yang kamu makan, berilah pakaian seperti apa yang kamu pakai, dan janganlah membebani pekerjaan yang tidak mampu mereka kerjakan”

Dalam sabda tersebut jelas dikatakan bahwa PRT adalah saudara bagi pemberi kerja. Ikatan yang dibangun oleh Nabi ini menegaskan kewajiban untuk memberlakukan PRT sebagaimana keluarga. Didasarkan pada saling penghargaan, menciptakan lingkungan kerja yang adil, dan saling menghormati.

Dari berbagai perspektif dan memperimbangkan kerentanan yang dihadapi para pekerja rumah tangga, semakin jelas bahwa tidak ada alasan yang dapat dibenarkan untuk menunda pengesahan RUU PPRT. Kebijakan ini bukan sekedar langkah hukum semata, namun juga merupakan ekspresi dari tanggungjawab moral dan kontsitusional negara dalam melindungi serta memenuhi hak asasi setiap warga negaranya.

Sumber-Sumber yang Digunakan:

  1. Aniq, Abdullah Nawawi. Islam dan PPRT. id link kupedia diakses pada 05 September 2024
  2. Floretta, Jasmine. 2022. PRT di Mata Islam: Setara dan Punya Hak yang Sama. Magdalene. link magdalene.co diakses pada 07 September 2024
  3. JALA PRT. Peluang dan Tantangan Jaringan Masyarakat Sipil adalam Advokasi RUU PPRT.id.link kupipedia.id diakses pada 05 September 2024
  4. id. Halaqah Kebangsaan tentang Merumuskan Strategi Bersama unruk Percepatan Pengesahan RUU PPRT. 2024. link kupipedia.id diakses pada 05 September 2024
  5. id. Dokumen Kegiatan Halaqah Kebangsaan tentang Merumuskan Strategi Bersama untuk Percepatan Pengesahan RUU PPRT. link kupipedia.id diakses pada 05 September 2024
  6. Muliakanlah Pembantu Rumah Tangga. suaraislam.id. link suaraislam.id diakses pada 07 September 2024
  7. Nur, Luluk Hamidah. Peluang dan Tantangan dalam Percepatan Pengesahan RUU PPRT di DPR. Kupipedia.id. link kupipedia.id diakses pada 05 September 2024
  8. Rizqy, Rezha Novitasari. 2023. Mari Dukung Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) demi Kemanusiaan. id. link mubadalah.id diakses pada 06 September 2024
  9. Siaran Pers Komnas Perempuan dalam Peringatan Hari PRT Internasional 2024: Bahas dan Sahkan RUU PRT Sebagai Legacy DPR RI 2019-2024. link komnasperempuan.go.id diakses pada 10 September 2024
  10. 2018. Menerjemahkan Keberpihakan terhadap Pekerja Rumah Tangga. Swararahima. link swararahima.com diakses pada 06 September 2024
  11.  Islam dan Pekerja Rumah Tangga. Swararahima. link swararahima.com diakses pada 06 September 2024

0 comments

Leave a Comment