Baru-baru ini netflix mengeluarkan film terbaru yang berjudul Joy: The Birth of IVF yang menceritakan pertama kalinya eksperimen bayi tabung dilakukan. Yang menarik dalam film ini selain menceritakan perjalanan penemuan in vitro fertilization (IVF) atau bayi tabung, film ini juga menyoroti sosok Jean Purdy seorang perawat perempuan dan embriologis, memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan IVF namun terlupakan oleh sejarah.
Jean Purdy adalah salah satu tokoh penting di balik terciptanya teknologi bayi tabung (IVF), tetapi perannya sering kali terpinggirkan dalam narasi sejarah. Bersama Robert Edwards dan Patrick Steptoe, Purdy berkontribusi signifikan dalam penelitian yang mengarah pada kelahiran bayi tabung pertama di dunia, Louise Brown, pada tahun 1978. Namun, meskipun kontribusinya sama pentingnya, Purdy tidak mendapatkan pengakuan yang setara dengan kedua rekan prianya. Kritik terhadap marginalisasi perannya mencerminkan masalah sistemik dalam sejarah sains, di mana kontribusi perempuan sering kali diremehkan atau dihapuskan.
Ia adalah orang pertama yang berhasil mengidentifikasi embrio manusia yang berhasil dibuahi dalam kultur laboratorium, sebuah langkah monumental yang menjadi dasar keberhasilan IVF. Purdy bekerja tanpa lelah selama bertahun-tahun di klinik Kershaw’s Cottage Hospital dan laboratorium lainnya, menghadapi berbagai tantangan teknis dan tekanan psikologis yang terus menerus.
Jean Purdy yang juga mengalami Infertilization
Dalam film, purdy mengalami endometriosis dimana salah satu penyebab ketidaksuburan perempuan. Purdy enggan untuk menikah karena ia takut tidak bisa memenuhi ekspetasi sosial yang memiliki anak setelah menikah. Endometriosis yang dialami Purdy menjadi salah satu aspek yang menyoroti bagaimana masalah kesehatan perempuan sering kali diabaikan atau kurang dipahami pada masa itu.
Purdy melihat bahwa perempuan tidak hanya dituntut secara biologis tetapi juga secara sosial untuk memiliki anak. Pada masa itu, infertilitas sering kali menjadi alasan utama perceraian, dan perempuan kerap disalahkan atas kegagalan memiliki keturunan, meskipun penyebabnya bisa berasal dari kedua belah pihak. Dalam narasi film ini, Purdy berbicara tentang bagaimana IVF menawarkan secercah harapan bagi perempuan yang menghadapi tekanan sosial yang besar untuk menjadi ibu.
Permasalahan infertilitas sering kali hanya menjadi isu perempuan. Banyak pasien eksperimen saat itu merasa gagal menjadi seorang perempuan ketika mereka belum memiliki anak. Dedikasi Jean Purdy yang dekat secara emosional dengan para pasien eskperimen untuk memberikan semangat kepada mereka yang seringkali terlupakan. Bagi dirinya, IVF bisa menjadi harapan bagi perempuan diluar sana.
Jean Purdy yang Dilupakan
Diakhir film ini, diperlihat bahwa Jean Purdy tidak mendapatkan pengakuan atas dedikasinya. Sebagai seorang perempuan, ia memahami langsung tekanan sosial yang dihadapi oleh perempuan yang tidak bisa memiliki anak. Dalam film ini, Purdy mengungkapkan bahwa IVF tidak hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang keadilan sosial—mengembalikan kontrol atas reproduksi kepada perempuan yang telah lama dikecualikan dari diskusi tentang tubuh mereka sendiri.
Namun, ironisnya, Purdy sendiri sering dilupakan dalam sejarah IVF, mencerminkan bagaimana perempuan yang bahkan bekerja di balik layar inovasi medis besar pun masih menghadapi penghapusan narasi. Kisahnya menjadi simbol bagaimana perjuangan perempuan tidak hanya terjadi di ruang sosial, tetapi juga dalam dunia ilmiah.
Dalam beberapa tahun terakhir, ada upaya untuk mengembalikan nama Jean Purdy ke tempat yang seharusnya dalam sejarah IVF. Artikel, buku, dan diskusi akademis mulai menyoroti perannya yang terlupakan, memberikan penghargaan yang selama ini tertunda. Film dokumenter seperti Joy: The Birth of IVF juga memainkan peran penting dalam menyoroti kontribusi Purdy, meskipun masih ada ruang untuk eksplorasi yang lebih mendalam.
Namun, upaya ini masih terbatas jika dibandingkan dengan pengakuan yang diterima oleh rekan-rekan pria Purdy. Langkah yang lebih proaktif, seperti mendirikan penghargaan atas namanya atau mencantumkan namanya dalam plakat resmi, bisa menjadi cara untuk memastikan bahwa warisannya tidak lagi diabaikan. Dunia sains perlu mengadopsi pendekatan yang lebih inklusif dan adil dalam mengakui kontribusi individu, terutama perempuan yang sering kali terpinggirkan dalam narasi sejarah.
0 comments