Gayatri Masa Kini: Logika, Kasih, dan Rasa
Perempuan, satu kata sederhana—mengarah pada sosok yang sering kali dianggap lemah ini ternyata juga pernah membawa berbagai kejayaan di masa lalu. Namun mengapa saat ini ia justru dianggap tak layak oleh kaum lainnya? Ada apa gerangan? Padahal perempuan ialah sosok manusia yang diciptakan begitu mulia oleh Sang Pencipta, lengkap dengan akal pikir dan masih dibubuhkan sentuhan kasih yang lembut serta rasa meneduhkan.
Perempuan dengan logikanya mampu berjuang sekuat baja, menerjang apa pun yang menghalangi langkah demi langkah. Walaupun sering kali dibatasi gerak-geriknya, cita-citanya, angan-angannya, dan apa pun yang berkaitan dengan logikanya, ia juga tak melupakan kasih dan rasa yang melekat dalam jiwanya. Logika perempuan tidaklah selemah itu, terbukti dengan kejayaan Majapahit yang tidak lepas dari peran seorang Gayatri, sang Rajapatni.
Ia adalah satu-satunya permaisuri Raden Wijaya yang turut andil dalam dunia politik Majapahit untuk mendampingi sang suami. Ia menghabiskan masa mudanya di Kerajaan Singosari untuk belajar kehidupan politik bersama sang ayah, Kertanegara.
Beragam pemikiran-pemikiran kritis membawanya berperan serta dalam mendirikan Kerajaan Majapahit dan mempertahankan stabilitas selama beberapa dekade. Ia bahkan mendidik putrinya Tribhuwana Tunggadewi yang kala itu menjadi Ratu pertama Majapahit dan seorang patih bernama Gajah Mada yang kelak menyatukan Nusantara melalui Sumpah Palapa.
Betapa dimuliakannya seorang perempuan kala itu. Ia tak dapat penghakiman sepihak dari kaum yang menyatakan dirinya lebih unggul dibanding kaum yang lain. Ia justru dihargai dan dikagumi oleh banyak pihak akan pemikiran-pemikiran kritis dan perannya dalam berpolitik.
Karena, perempuan dapat melengkapi hal-hal yang mungkin tidak terpikirkan oleh yang lain. Ia berani namun tidak melukai, lembut tapi tak rapuh, sebab perempuan menenangkan hati dengan keteduhan utuh.
Namun, Gayatri masa kini yang penuh dengan pemikiran-pemikiran kritis justru dibungkam, dijegal, bahkan dibegal masa depannya. Banyak perempuan yang tidak punya nyali hanya untuk sekedar bersuara. Sehingga, berakibat pada rendahnya peran aktif perempuan Indonesia di kancah politik.
Padahal, keberadaan perempuan dalam politik bukan hanya tentang representasi, tetapi juga memastikan bahwa kebijakan yang diambil lebih inklusif dan mencerminkan kepentingan semua lapisan masyarakat.
Target persentase perempuan di parlemen sebesar 30% yang tertuang dalam dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pemilihan Umum pun belum terlihat sepenuhnya. Menurut KemenPPA, keterlibatan perempuan di DPR RI periode 2024–2029 hanya mencapai 20,5%.
Angka ini mencerminkan bahwa akses perempuan untuk menduduki kursi parlemen masih sulit, baik karena hambatan struktural, budaya patriarki, maupun minimnya dukungan politik bagi perempuan.
Akibatnya, logika dan suara perempuan dalam pengambilan kebijakan kerap dimatikan secara tidak sadar, membuat perjuangan mereka di arena politik semakin terjal. Partisipasi perempuan di DPR RI, terutama sebagai pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) seperti Komisi, Badan, dan Panitia Khusus, sangat penting untuk terus diperjuangkan menjelang proses pemetaan jabatan.
Sayangnya, masih terdapat berbagai kendala dalam mewujudkan hal tersebut. Semakin tinggi posisi strategis di politik, semakin rendah pula persentase perempuan yang mendudukinya. Artinya, perempuan menghadapi tantangan yang lebih besar dalam meraih jabatan kepemimpinan atau peran penting di parlemen.
Kepemimpinan perempuan dalam AKD dinilai sangat penting karena posisi tersebut memegang fungsi strategis dalam mendorong proses legislasi yang mewujudkan keadilan gender. Kepemimpinan ini juga berperan dalam mengawal implementasi kebijakan afirmasi 30% legislatif perempuan agar tidak hanya menjadi angka, tetapi benar-benar tercermin dalam pengambilan keputusan yang inklusif dan adil.
Namun, perjuangan perempuan dalam meraih posisi strategis di politik dan pemerintahan tidaklah mudah. Rintangan demi rintangan terus menghadang, mulai dari stereotip yang merendahkan hingga sistem yang masih belum sepenuhnya mendukung partisipasi perempuan secara setara. Saat ini, meskipun sudah ada regulasi yang mengatur tentang keterwakilan perempuan, kenyataannya realisasi di lapangan masih jauh dari kata ideal.
Regulasi yang ada harus diperkuat dengan keberanian dan konsistensi untuk mewujudkan keadilan gender yang sesungguhnya. Karena sejatinya, pemikiran-pemikiran kritis yang lahir dari para perempuan bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan untuk kebaikan masyarakat dan bangsa secara keseluruhan.
Teruntuk kita dan perempuan-perempuan sebagai Gayatri masa kini, sebaiknya tidak perlu takut untuk menyampaikan pendapat apalagi duduk mengemban amanah di pundak. Suara kita perlu digaungkan agar menggema di seluruh penjuru negeri. Seperti Gayatri yang berani berdiri di tengah kerasnya dunia politik Majapahit, perempuan masa kini pun harus mampu menghadapi berbagai tantangan dengan kekuatan logika, keteguhan hati, dan kelembutan jiwa.
Tetaplah membara di tengah banyaknya bungkaman suara, karena kau hadir untuk menyembuhkan lara. Kau bagaikan cahaya dan pelita dunia, tanpamu redup kasih kehilangan sinarnya. Kau pembawa kemilau yang terang, bagaikan bintang bertaburan di angkasa.
Daftar Referensi
Midaada, A. 2025. Gayatri, Perempuan di Balik Penentuan Lokasi Ibukota Kerajaan Majapahit. Diakses pada 08 Maret 2025. https://daerah.sindonews.com/newsread/1538191/29/gayatri-perempuan-di-balik-penentuan-lokasi-ibu-kota-kerajaan-majapahit-1741132980
Puji, R. 2020. Menelusuri Jejak Perjuangan Gayatri Rajapatni, Perempuan Dibalik Kejayaan Majapahit Melalui Tulisan. Diakses pada 08 Maret 2025. https://vredeburg.id/id/post/menelusuri-jejak-perjuangan-gayatri-rajapatni-perempuan-dibalik-kejayaan-majapahit-melalui-tulisan
Kemen PPPA. 2024. Kemen PPA Dorong Peningkatan Jumlah Legislator Perempuan pada Alat Kelengkapan Dewan DPR. Diakses pada 08 Maret 2025. https://kemenpppa.go.id/page/view/NTQ2MA==
Tags:

Social Media Kami