Perempuan dalam Politik: Melawan Hambatan Ganda di Bawah Bayang-Bayang Pemimpin Prototipikal
Saat seorang kandidat perempuan berbicara dengan penuh keyakinan di panggung debat, ia dianggap agresif. Namun, ketika seorang kandidat laki-laki melakukan hal yang sama, ia dipuji sebagai pemimpin yang kuat. Mengapa standar ini begitu berbeda?
Padahal, menurut Anne Phillips (1997) kepemimpinan perempuan menjadi hal yang patut dipertimbangkan. Indonesia, sebagai negara yang demokratis, sudah seharusnya perempuan dan laki-laki memiliki persamaan hak dan kewajiban, seperti hak untuk memberikan hak suara, mencalonkan diri untuk dipilih dalam pemilu, dan bersaing di kancah politik.
Hal ini dibuktikan dengan argumen Hartsock (1983) yang menyatakan perempuan memiliki perbedaan konsepsi kekuasaan dengan laki-laki, yaitu lebih relasional, kooperatif dan untuk membangun komunitas daripada mementingkan dominasi dan hierarki. Sejalan dengan feminis yang memandang kekuasaan bukan hanya sebagai "power over", tapi sebagai "power with" dan "power to" untuk membuat perubahan secara kolektif.
Sementara itu, Gilligan (1982) menyebutkan bahwa perempuan memiliki sistem moral yang berbeda daripada laki-laki. Legislator perempuan dengan ethics of care akan cenderung mengadvokasikan kebijakan yang menyoroti kelompok marjinal. Sedangkan legislator laki-laki dengan ethics of justice mereka cenderung fokus pada kebijakan ekonomi, keamanan, dan hukum secara makro.
Urgensi Perempuan dalam Politik
Partisipasi dan representasi politik perempuan dianggap sebagai ukuran penting dari kesetaraan gender dan berfungsinya demokrasi. Disampaikan oleh Ballington (2005) dalam Woman in Parliament: Beyond Numbers, bahwa ada dua alasan mengapa perempuan dibutuhkan partisipasinya di dalam politik.
Pertama, kehadiran perempuan dalam politik disebut sebagai sine qua non atau suatu kondisi, elemen, atau faktor yang sangat diperlukan; sesuatu yang penting dari setiap kerangka demokrasi. Artinya, demokrasi harus dijalankan dengan persamaan representasi dari perempuan dan laki-laki di dalam sebuah proses pengambilan keputusan.
Meskipun ada kebijakan affirmative action untuk meningkatkan representasi perempuan di politik, kenyataannya aturan ini masih sebatas formalitas (Yuwono, 2018). Banyak hambatan yang membuat perempuan sulit benar-benar mewakili kepentingan mereka. Data Perludem menunjukkan keterwakilan perempuan di DPR 2024 meningkat menjadi 22,1% atau 128 dari 580 kursi. Namun, angka ini masih jauh dari kuota minimal 30%.
Kedua, berkaitan dengan perbedaan kebutuhan antara perempuan dan laki-laki. Sehingga, keseimbangan dalam hal perwakilan menjadi hal yang sangat penting dalam rangka menjamin berbagai hukum dan peraturan lainnya. Ini dilakukan untuk mewujudkan political equality dan social justice sebagai prinsip sentral dari sistem politik demokrasi.
Dalam buku tersebut juga disebutkan representasi perempuan memiliki dampak penting di parlemen.
- Secara institusional, representasi perempuan dapat membuat lingkungan parlemen menjadi lebih ramah perempuan dan mempromosikan kesetaraan gender.
- Secara representasi, dengan adanya representasi perempuan di parlemen dapat membuka peluang lebih besar bagi perempuan lain.
- Adanya representasi perempuan di parlemen dapat memastikan kebijakan tersebut berpihak pada isu-isu perempuan.
- Mengubah perspektif perempuan guna menunjukan bahwa perempuan juga dapat sukses dan dapat berpengaruh di sektor publik.
Itulah mengapa, politikus perempuan cenderung membawa beban dua kali lebih besar daripada politikus laki-laki; sebagai seorang perempuan dan bagaimana mereka harus menyesuaikan diri di dalam lingkungan politik yang maskulin. Karena, perempuan masih menghadapi kendala yang cukup berat bahkan harus bekerja lebih keras untuk mengampanyekan visi misi dan program mereka.
Persaingan Perempuan dengan Pemimpin Prototipikal?
Selain menghadapi hambatan struktural, perempuan juga harus berhadapan dengan pemimpin prototipikal yang mencerminkan identitas, nilai dan karakteristik grup yang diwakilinya. Menurut Giessner, dkk., (2009) dalam License to Fail? How Leader Group Prototypicality Moderates The Effects of Leader Performance on Perceptions of Leadership, pemimpin ini akan menyelaraskan karakteristik keyakinan, perilaku, dan keputusan yang dianggap penting untuk kepentingan mereka.
Hal ini yang membuat pemimpin tipe ini akan lebih dipercaya oleh masyarakat karena seolah-olah dia adalah bagian dari masyarakat tersebut. Sementara itu, bagi pemimpin non-prototipikal akan menghadapi kritik yang lebih kejam dan cenderung mengalami kekalahan dalam hal legitimasi dibanding pemimpin prototipikal.
Menurut Hudson, dkk., (2020) dalam Leadership, Identity And Performance: The Nature and Effect of ‘Prototypicality’ In Indonesia, terdapat kriteria pemimpin prototipikal di Indonesia.
- Seorang laki-laki paruh baya
- Muslim
- Secara etnis sama dengan pemilih
- Religius
- Mampu melindungi tradisi yang ada
Kriteria di atas memang sudah terbukti dari pemimpin yang ada di sekitar kita, dari hal kecil misalnya seperti ketua RT, apalagi di tingkat kepemimpinan yang lebih tinggi seperti presiden. Tentu ini menjadi salah satu tantangan yang menghambat perempuan dalam berpolitik, bahkan jika perempuan tersebut memenuhi kriteria lain dan kompeten mereka akan tetap kalah dengan laki-laki.
Hal ini merupakan akibat dari struktur sosial kita yang masih melanggengkan budaya patriarki. Seiring berjalannya waktu, patriarki dianggap sebagai ideologi yang mendukung dominasi laki-laki atas perempuan, menolak kesetaraan secara struktural di dalam urusan publik maupun privat. Ideologi ini percaya bahwa laki-laki harus memegang kekuasaan di dalam keluarga juga masyarakat (Ali & Naylor, 2013).
Hambatan Raksasa Perempuan dalam Berpolitik
Selain pemimpin prototipikal, politik yang maskulin juga menjadi poin penting dalam hambatan perempuan. Hal ini ditunjukkan dengan bagaimana laki-laki menetapkan aturan permainan politik, mengontrol ranah politik, dan memberikan kriteria penilaian.
Itulah mengapa, perempuan sering kali menolak politik maskulin dengan model yang bergaya laki-laki atau yang didominasi laki-laki (Ballington, dkk., 2005). Hal ini diperkuat dengan asumsi bahwa politik adalah wilayah laki-laki sehingga sangat sulit bagi perempuan untuk memasuki dan memegang posisi kepemimpinan (Aula, 2023).
Padahal, politik tidak hanya mempengaruhi ranah publik, tetapi juga ranah privat baik laki-laki dan perempuan. Contoh dalam kasus kontrasepsi, jarang sekali yang menyarankan laki-laki untuk menggunakan alat kontrasepsi. Seakan-akan tanggung jawab pengendalian kelahiran dibebankan sepenuhnya kepada perempuan. Hal ini mencerminkan bagaimana implementasi politik kebijakan reproduksi masih sangat bias gender.
Daftar Referensi
Anne Phillips. (1997). Engendering Democracy. Blackwell Publishers Ltd.
Aula, M. R. (2023). Isu-Isu Gender Dalam Keterwakilan (Ketimpangan Gender) dalam Kehidupan Politik Indonesia. Aufklarung: Jurnal Pendidikan, Sosial Dan Humaniora, 3.
Ballington, Julie., Karam, A. M., & International Institute for Democracy and Electoral Assistance. (2005). Women in parliament : beyond numbers. International IDEA.
Giessner, S. R., van Knippenberg, D., & Sleebos, E. (2009). License to fail? How leader group prototypicality moderates the effects of leader performance on perceptions of leadership effectiveness. Leadership Quarterly, 20(3), 434–451. https://doi.org/10.1016/j.leaqua.2009.03.012
Hudson, D., McLoughlin, C., Margret, A., & Pandjaitan, Y. (2020). Leadership, identity and performance: the nature and effect of ‘prototypicality’ in Indonesia. Politics and Governance, 8(4), 201–213. https://doi.org/10.17645/pag.v8i4.3553
Yuwono, N. P. (2018). Perempuan dalam Kungkungan Budaya Politik Patriarkhis. Muwazah, 10(2), 96–115. https://doi.org/10.28918/muwazah.v10i2.178.
Ali, P. A., & Naylor, P. B. (2013). Intimate partner violence: A narrative review of the feminist, social and ecological explanations for its causation. Aggression and Violent Behavior, 18(6), 611–619. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.avb.2013.07.009
Ketangguhan perempuan politik jadi faktor peningkatan keterwakilan perempuan DPR hasil Pemilu 2024. (2024, March 26). Perludem. Retrieved March 26, 2025, from https://perludem.org

Social Media Kami