Pemerintah resmi mengeluarkan aturan pelegalan aborsi untuk korban pemerkosaan yang tertulis bedasarkan PP No.28 Tahun 2024 Pasal 116 tertulis setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana. lalu pada pasal 117 yang tertulis indikasi kedaruratan medis yang dimaksud dalam Pasal 116 itu yaitu Kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu, dan atau kondisi kesehatan janin dengan cacat bawaan yang tidak sapat diperbaiki sehingga tidak memungkinkan hidup di luar kandungan.
kemudian dalam Pasal 118 dinayatakan bahwa korban perkosaan dapat melakukan tindakan aborsi bersyarat yaitu pertama adanya surat keterangan dokter atas usia kehamilan sesuai dengan kejadian tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan dan yang kedua keterangan penyidik mengenai adanya dugaan perkosaan dan atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.
Pengesahan undang-undang ini perlu diapresiasi baik untuk menyelamatkan perempuan yang menjadi korban pemerkosaan. Namun, beberapa hal perlu dikritisi dengan pertimbangan dua syarat yang ada. Apalagi pada syarat kedua dimana perlu adanya surat dari keterangan penyidik. Dalam kasus pemerkosaan atau pun kekerasan seksual lainnya, banyak korban enggan melapor karena trauma dan belum lagi banyak yang merasa itu sebuah aib sehingga banyak dari mereka tidak punya pilihan selain tidak melapor. Dalam kasus korban perkosaan yang hamil diwajibkan untuk melapor namun disisi lain, selama ini proses hukum pada kasus korban kekerasan seksual atau pemerkosaan cukup memakan waktu lama.
Untuk mendapatkan surat keterangan dari pihak penyidik tentunya mengharuskan korban untuk melapor langsung padahal proses hukum tersebut membutuhkan waktu yang lama dan belum lagi, korban menyadari bahwa dirinya tengah hamil pada saat proses penyidikan sehingga ini bisa membuat korban terhalang untuk mendapatkan tindakan aborsi karena usia kehamilan yang bisa melebihi batas undang-undang yang ditetapkan.
Bukan hanya itu saja, di Indonesia akses fasilitas kesehatan masih kurang dalam hal menyediakan akses aborsi yang aman untuk korban perkosaan.lalu adanya syarat untuk diadakan dewan pertimbangan dimana syarat ini justru menjadi kendala bagi korban dimana korban menjadi takut untuk melakukan tindakan aborsi. Bagi korban perkosaan atau kekerasan seksual lainnya, bukan hanya diterpa secara fisik melainkan psikis. seharusnya dengan adanya aturan aborsi ini bisa meringankan beban korban dimana korban tidak perlu untuk menanggung anak dari pelaku pemerkosaan. Implementasi pelegalan aborsi untuk korban perkosaan atau kekerasan seksual lainnya harus bersifat tidak memberatkan korban dengan banyaknya syarat yang harus dilakukan.
0 comments