Makam NKS Bukan Objek Wisata, Berhenti Mengobjektifikasikan Korban Kekerasan Seksual

NKS adalah korban kekerasan seksual dan femisida. Pada jum’at (6/9/2024) NKS menghilang dan ditemukan setelah dua hari dalam keadaan sudah tak bernyawa. Jasad NKS ditemukan di dekat rumahnya, Padang Pariaman, Sumatera Barat. NKS merupakan salah satu korban dari femisida dimana pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan karena mereka adalah perempuan. Femisida sering kali bermotifkan kebencian terhadap perempuan, dominasi, atau kontrol patriarkal, serta bisa disertai dengan kekerasan seksual dan ini dialami oleh NKS.

Bukan hanya tubuh dan nyawa NKS yang direbut, kini tragedi, makam dan rumah NKS kini dikomodifikasikan oleh orang-orang yang tidak memiliki empati. Selain itu, tragedi yang dialami NKS dijadikan bahan konten dan lelucon. Makam NKS dijadikan tempat wisata, mereka menganggap makam NKS menjadi tempat wisata religi yaitu ziarah. Terlebih lagi banyak yang datang hanya untuk konten di media sosialnya dan juga menjadikan tempat syuting video klip. 

Selain itu, rumah NKS di Sumatra Barat kini berubah menjadi destinasi wisata yang ramai dikunjungi. Rumah NKS seakan-akan menjadi museum yang bisa didatangi oleh siapapun. Orang-orang datang bukan untuk memberikan penghormatan, tetapi untuk merekam dan membagikan pengalaman mereka demi mendapatkan perhatian di media sosial. Video-video ini sering kali disertai narasi yang tidak sensitif, justru seperti cerita horor atau rumor yang memperkeruh suasana.

Hal yang memalukan lagi, banyak orang yang membuat konten tentang NKS hanya untuk menaiki jumlah viewers dan followersnya saja. Konten seperti tentang makam NKS dan bahkan mengolok-olok tragedi yang dialami NKS. Fenomena ini menunjukan bahwa perempuan memang selalu diobjektifikasi dijadikan komoditas bahkan sampai setelah meninggal. 

NKS tidak lagi dipandang sebagai individu dengan hak-hak manusiawi, melainkan sebagai objek untuk memenuhi kebutuhan hiburan masyarakat. Praktik ini juga melukai keluarga korban yang harus menghadapi eksploitasi terhadap kenangan pribadi mereka. Keluarga korban sering kali harus menghadapi duka yang berlipat ganda tidak hanya kehilangan orang yang dicintai tetapi juga harus menyaksikan kenangan tentang korban dipermainkan oleh masyarakat. Eksploitasi terhadap korban seperti NKS menciptakan lingkungan yang tidak aman bagi perempuan, di mana mereka khawatir akan kehilangan privasi dan martabat mereka bahkan setelah kematian.

Berhenti Mengobjektifikasi Perempuan Korban Kekerasan Seksual Yang Meninggal 

Eksploitasi korban seperti NKS merupakan komodofikasi tragedi yang semakin mengakar. Tragedi perempuan korban kekerasan seksual dan femisida diperlakukan seperti komoditas yang dapat "dikonsumsi" secara emosional atau visual. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada kasus NKS, tetapi juga pada banyak tragedi lainnya yang dimanfaatkan oleh individu atau media untuk mendapatkan keuntungan seperti kasus film Vina: Sebelum Tujuh Hari saat itu. 

Melakukan eksploitasi terhadap korban kekerasan seksual dan femisida merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Ada bias dalam masyarakat, kebingungan antara eksploitasi dan penghormatan, yang sering kali digunakan untuk membenarkan tindakan yang tidak etis. Tidak semua yang dilakukan atas nama mengenang korban mencerminkan penghormatan. Membiarkan tragedinya menjadi viral untuk kepentingan pribadi atau komersial menunjukkan kurangnya empati. Penghormatan seharusnya melibatkan empati, terutama terhadap keluarga yang sedang berduka.

Apa yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat adalah memahami bahwa pembunuhan yang dialami korban bukan hanya pembunuhan biasa melainkan femisida dimana pembunuhan terjadi karena korban adalah seorang perempuan yang mengalami kekerasan seksual sebelumnya oleh orang terdekatnya yang kemudian dibunuh. Kemudian lebih lanjut lagi, tidak memberikan celah bagi oknum komersil untuk memfilmkan tragedi korban kekerasan seksual dengan menghormati privasi korban dimana harus menjadi prioritas utama. Masyarakat tidak boleh ikut mendukung menjadikan tragedi sebagai bahan hiburan atau eksploitasi. 

Selain itu, negara memiliki peran paling penting dalam hal ini dengan menegakkan keadilan dan melindungi korban kekerasan. Memastikan bahwa UU TPKS berjalan dengan sesuai dan berpihak pada korban. Kesadaran dan dukungan publik memang penting namun peran negara juga harus aktif dengan menolak komodifikasi tragedi kekerasan seksual dan femisida serta mendukung korban dan keluarga korban secara penuh. 





0 comments

Leave a Comment