Pejuang Garis Dua, Mengapa Perempuan Selalu Disalahkan?

“Udah periksa belum? Jangan-jangan kamu mandul lagi”.

“Kasian suaminya, Gak bisa kasih anak”.

“Makanya jangan main sama kucing! Jadi susah hamil kan”.

“Kebanyakan kerja sih, Jadi kecapean susah hamil”.

“Hati-hati mbak, nanti ditinggalin suaminya loh kalau belum hamil-hamil”.

Bagi perempuan yang memilih childfree ataupun sedang mengalami childless tentu akan sering mendapatkan komentar negatif pada dirinya dibandingkan dengan pasangannya.

seakan-akan lahir sebagai perempuan memang harus selalu siap untuk menerima stigma negatif dan disalahkan atas apa yang ia alami dan yang ia pilih.

Pejuang garis dua merupakan kondisi dimana seseorang ingin mempunyai anak tapi tidak bisa memilikinya karena kesempatan, kebetulan, kondisi medis, dan/atau alasan lainnya diluar jangkauan manusia.

seringkali menjadi seorang pejuang garis dua merasakan perasaan “kurang” dalam dirinya dan dianggap seperti aib karena sering mendapatkan komentar seperti mandul, gabuk kosong, atau bahkan menakut-nakuti perempuan bahwa suaminya akan meninggalkannya karena tidak bisa memberikan anak atau keturunan.

Perempuan Cenderung Mendapatkan Stigma Negatif Meskipun Dalam Kondisi Sulit

Berbeda dengan childfree yang merupakan suatu pilihan yang disadari bahwa tidak ingin memiliki anak, sedangkan memiliki anak adalah hal yang diinginkan oleh para pejuang garis dua, namun memiliki anak merupakan hak prerogatif tuhan. Tentunya, sebagai manusia hanya bisa berusaha.

Dalam usaha yang telah dilakukan, seringkali banyak stigma negatif yang dilontarkan kepada pasangan pejuang garis dua, terlebih kepada perempuan dibandingkan dengan laki-laki.

Stigma negatif terhadap mereka yang tidak memiliki anak cenderung bertahan karena kultur patriarki yang hidup dalam masyarakat. Pandangan perempuan sebagai objek seksual dan kondisi fisik perempuan yang sebagian besar terlahir memiliki rahim sehingga dianggap sebagai pencetak keturunan.

Dalam kondisi ini, jika perempuan yang memiliki anak akan dianggap sebagai perempuan yang beruntung sedangkan perempuan yang tidak memiliki anak karena ketidaksengajaan seringkali dianggap sebagai perempuan yang tidak beruntung atau bahkan dianggap tidak menjadi perempuan seutuhnya dan seringkali pula mendapatkan belaskasihan.

Menurut Pandangan Friedrich Engels, pada masyarakat patrilineal dan patriarkal keberadaan anak merupakan hal penting dalam institusi keluarga. Hal ini guna untuk menentukan ahli waris dari keturunan sang ayah.

Selain itu, anak juga dianggap sebagai penerus nama keluarga. sehingga pemberian kekuasaan pada sang ayah dalam institusi keluarga dapat dipertahankan.

Padahal menjadi keluarga tidak harus berisikan ibu, ayah, dan anak. Tidak adanya anak bukan berarti tidak bisa membangun keluarga.

0 comments

Leave a Comment