Banyaknya kasus pembunuhan terhadap perempuan secara sadis banyak terjadi belakangan ini, kasus-kasus pembunuhan tersebut banyak disoroti terlebih pelaku pembunuhan tersebut yang diringkus oleh aparat hukum adalah orang terdekat korban. Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan ( Komnas Perempuan ) Femisida sendiri adalah pembunuhan terhadap perempuan karena jenis kelamin atau gendernya dan sebagai akibat eskalasi kekerasan berbasis gender sebelumnya.
Menurut Catatan Komnas Perempuan Kasus indikasi femisida yang kuat pada 2020 terpantau 95 kasus. Pada 2021 terpantau 237 kasus pada 2022 terpantau 307 kasus dan pada 2023 terpantau 159 kasus yang indikator berkembang seiring perkembangan pengetahuan tentang femisida. Pantauan setiap tahunnya menempatkan femisida intim yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh suami, mantan suami, pacar, mantan pacar atau pasangan kohabitasi sebagai jenis femisida tertinggi.
Femisida Berbeda Dengan Pembunuhan Umum
Femisida berbeda dengan pembunuhan biasa, femisida dilakukan karena motif gender.Biasanya femisida memiliki lebih dari satu motif pembunuhan dan yang motif yang paling sering ditemukan adalah perasaan cemburu, relasi kuasa, dominasi peran dalam suatu hubungan, ketersinggungan maskulinitas dan kekerasan seksual. Kasus Femisida merupakan pembunuhan atas perempuan karena gender mereka, yang kebanyakan dilakukan oleh pasangan mereka (pacar, suami atau anggota keluarga (ayah, kakak/adik laki-laki, sepupu, ataupun paman). Sejak tahun 2012, World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa meskipun kebanyakan korban kasus pembunuhan umum adalah pria, sebagian besar korban kasus pembunuhan di ranah domestik atau rumah tangga adalah perempuan. Dan mereka yang rentan menjadi korban pembunuhan ini adalah perempuan hamil.
Meskipun banyak kasus pembunuhan terhadap perempuan terjadi dalam relasi personal bukan berarti ini menjadi kasus personal. Penangkapan pelaku pembunuhan bukan hanya sebagai bukti negara melindungi perempuan.
Perempuan Butuh Perlindungan
Maka dari itu, perlunya negara memberikan mekanisme pencegahan agar kekerasan dalam relasi personal ini tidak berakhir dengan kematian. Rendahnya perhatian negara seringkali menganggap kasus pembunuhan terhadap perempuan dianggap sebagai pembunuhan biasa tanpa menimbang motif pembunuhan seperti relasi kuasa, rentetan KDRT atau kekerasan seksual.
0 comments